Sekilas tentang Sentra Tembaga Tumang
Dukuh Tumang, Desa Cepogo merupakan pusat kerajinan tembaga yang sudah melegenda. Namun dalam sejarahnya, asal mula Desa Cepogo tidak dijelaskan secara tertulis. Meskipun demikian, keberadaan Dukuh Tumang dapat menjelaskan bagaimana asal muasal bagaimana wilayah ini bisa menjadi pusat kerajinan Industri kerajinan logam. Mulai dari alumunium, kuningan, tembaga dan beragam jenis logam lainnya. Namun yang paling menonjol dan menjadi ciri khas Tumang adalah kuningan dan tembaga.
Asal Mula Desa Tumang
Asal mula Desa Tumang Cepogo tidak tercatat secara tertulis dalam sejarah. Meskipun demikian, keberadaan Desa Tumang Cepogo dapat dijelaskan secara turun menurun dari ratusan tahun yang lalu. Ada beragam versi bagaimana Tumang bisa menjadi sebuah desa. Namun, versi yang paling berkembang adalah adanya keberadaan pohon besar yang hingga kini belum tahu asalnya dari mana.
Konon Desa Tumang Cepogo lahir dari cerita rakyat mengenai pancaran cahaya yang selalu bersinar setiap malam hari. Pancaran cahaya tersebut berasal dari pohon pohon randu alas yang terletak di ujung Tumang. Hingga saat ini, pohon tersebut masih ada dan menjadi salah satu warisan yang disakralkan oleh masyarakat.
Beberapa masyarakat mempercayai bahwa cahaya yang terpancar berasal dari hantu kemamang yang menyinggahi pohon tersebut. Cerita tersebut terus berkembang hingga akhirnya nama Tumang dipercaya berasal dari hantu tersebut. Ada pula versi lain yang menceritakan bahwa sebelum keberadaan Mataram Islam, tempat ini merupakan tempat umat Hindu melakukan upacara pembakaran mayat atau yang sering disebut ngaben.
Sedangkan dalam masyarakat asli Jawa, bibir dari tungku pembakaran tersebut dinamakan tumang. Hingga akhirnya nama tumang diadopsi menjadi sebuah Dukuh Tumang. Memang jaman dahulu, Tumang merupakan salah satu daerah yang dijadikan sebagai tempat pembakaran mayat.
Asal Mula Tumang Menjadi Pusat Industri Tembaga
Sumber : Tribun Wiki
Ada cerita menarik bagaimana Tumang bisa menjadi sebuah pusat Indsutri kerajinan logam. Kala itu di tahun 1930an M, Pakoe Boewono X (PB X) selaku pemimpin Pemerintahan Keraton Surakarta Hadiningrat kehilangan salah satu pusaka keraton (dalam Bahasa jawa = Murco). Abdi dalem keraton (Nujum) mengatakan bahwa pusaka keraton yang hilang berada di Dukuh Tumang. Tepatnya di dekat Makam Kyai Ageng Rogosari.
Berdasarkan informasi yang didapatkan tersebut, Pakoe Boewono X bersama pasukannya mulai menuju tempat yang dimaksud. Sesampainya di Tumang, mereka melakukan ritual keraton untuk bisa menemukan pusaka yang hilang. Saat hendak mengambil pusaka tersebut, Raja Pakoe Boewonono melihat aktivitas yang sedang memperbaiki peralatan dapur menggunakan tembaga.
Melihat aktivitas yang tidak biasa dilakukan warga daerah lain, Raja akhirnya memberi nasehat untuk meneruskan kegiatan tersebut. Raja Pakoe Boewono akhirnya menghampiri dan memberikan titah kepada warga di sana. “Wis Terusno, Besuk Bakal Dadi Dalan Rejekimu” yang artinya adalah “Sudah Teruskan, Besok Akan Menjadi Jalan Rejeki Kamu”.
Mendapat nasehat seperti itu, masyarakat jadi bersemangat dan meneruskan kegiatan untuk membuat dan mengelola berbagai macam benda berbahan logam, khususnya tembaga. Ternyata nasihat dari Raja Pakoe Boewono tersebut terbukti benar. Hingga saat ini Tumang bisa menjadi pusat kerajinan tembaga terbaik di Indonesia bahkan dunia.
Banyak jenis kerajinan yang bisa dibuat oleh warga Tumang. Mulai dari lampu gantung, lampu hias, hiasan dinding, patung, kubah, kaligrafi, bathub, dan masih banyak lagi. Bahkan para pengrajin di tumang bisa membuat barang yang belum pernah dibuat sebelumnya.